Social Icons

Kamis, 01 Maret 2012

Strategi BERBAHAYA!


Memang terkadang kita harus mengalah untuk bisa mengerti mereka labih jauh...
Memang terkadang kita harus bersabar untuk bisa mengubah cara berpikir mereka...
Ini berbicara tentang sebuah pengorbanan untuk melancarkan sebuah kata, yaitu "ajakan"

Mungkin bagi beberapa aktivis dakwah, mereka sudah merasa cukup ketika mereka sudah menjaga mentoringnya. Atau sudah merasa cukup karena sudah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran pada 'teman-teman'nya saja. Padahal banyak sekali orang-orang yang masih membutuhkan sentuhan "ajakan" ini. Pada dasarnya mereka merindukan sebuah kedamaian batin, namun mereka tidak tahu apa yang bisa mendamaikan hati mereka. Ini tugas siapa? Ini tanggung jawab siapa?

Perlahan tapi pasti, kita menutup diri dari mereka. Secara tidak kita sadari kita meninggalkan mereka. Kita mempersholeh diri kita sendiri tanpa mempedulikan mereka. Kita berpikir mereka sudah menentukan pilihan hidupnya, padahal mereka masih mencari-cari jalan mana yang benar, jalan mana yang bisa mengantarkan mereka ke kedamaian sejati.

Aku terinspirasi dari salah satu kawan satu pesma yang bisa menjaga hubungan baik dengan mereka. Sosok yang memang bersahabat. Dapat berbagi dengan siapapun yang dia temui. Yang langsung menganggap 'sahabat' setiap orang yang pernah dia temui. Al-hasil, banyak orang yang kita anggap tidak bisa di'ajak' menjadi bisa di'ajak',mentoring dan sholat berjamaah misalnya. Bisa diajak untuk mengarungi jalan ini 'bersama'.

Ternyata benar, ketika kita mau terbuka dan sedikit mengikuti alur yang ada pada diri mereka, aku yakin kita akan terbelalak.  Mereka benar-benar membutuhkan sentuhan ini. Jika kita menutup diri dari mereka, lalu bagaimana pertanggungjawaban kita nanti?

Share pengalaman, namun pengalaman ini tidak untuk ditiru. Sekali lagi TIDAK UNTUK DITIRU! Pengalaman ini terinspirasi oleh sebuah novel yang di dalamnya diceritakan ada seorang akhwat yang berani pacaran dengan salah satu pemain basket idaman di sekolahnya. Banyak kecaman, namun itu dia lakukan semata-mata untuk mengetahui sejauh mana mereka membutuhkan sentuhan 'ajakan' dari kita. Namun, disana diceritakan selama dia menjalani hubungan itu dia tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang, karena dia sudah paham apa yang harus dia lakukan.

Lanjut pada share pengalaman: Bermula dari sering berbincang dan berdiskusi. Berlanjut dengan menirukan sedikit bahasa yang biasa mereka gunakan, termasuk intonasi dan nada bicara. Dari pendekatan ini, mereka bisa menerimaku. Cara menyampaikan sentuhan ajakan tidak bisa langsung frontal memang, perlahan tapi pasti. Harus rela tidak sholat di awal waktu demi bisa mengajak mereka sholat berjamaah denganku. Berlanjut dengan 'cangkruk-cangkruk' yang awalnya akan membuat orang-orang yang tidak biasa 'cangkruk'an merasa sangat tidak betah, termasuk aku. Namun, harus dipaksa untuk betah. Dari 'cangkruk' an itu muncul diskusi-diskusi yang berhubungan dengan mengenal islam, Rasul, dan Allah lebih dalam. Karena disana ada aku yang mereka kenal sebagai salah satu anak kajian, maka secara otomatis orang yang dijadikan sebagai rujukan adalah aku. Coba bayangkan ketika tidak ada aku atau kita disana, siapa yang akan jadi rujukan? Aku yakin diskusi tidak akan terarah karena mereka hanya akan menerka-nerka dengan kata 'mungkin'. Berlanjut dengan ikut menyalakan rokok (*ingat ini BUKAN UNTUK DITIRU). Sebuah strategi hanya dengan menyalakannya saja tanpa menghirupnya lagi setelah itu. Membiarkan mereka melihat bahwa aku sama dengan mereka. Maka, dengan gamblangnya mereka bercerita dan membuka situs-situs dewasa. Alibi yang mereka keluarkan adalah itu mereka lakukan dalam rangka untuk belajar. Semakin lama semakin dalam. Hingga suatu malam, aku datang ke suatu tempat dimana mereka biasa berkumpul. Aku melihat ada segelas minuman seperti air teh. Awalnya aku memang mengira itu air teh, tapi aku merasa aneh karena ada busa yang cukup banyak di atasnya. Setelah sekian menit, minuman itu digilir. Setelah habis, ada salah satu orang yang mengeluarkan botol. Ternyata yang aku lihat tadi memang bukan teh, melainkan minuman keras. Mungkin masih banyak yang telah mereka lakukan selain yang sudah aku tahu. Semoga Allah senantiasa memantapkan langkah kaki kita pada jalan-Nya yang lurus, dan memberikan kekuatan kita untuk tetap melanjutkan 'ajakan' kita kepada semua orang yang ada di sekitar kita. aamiin... 

Sekali lagi pertanyaan yang aku tanyakan pada kawan-kawan aktivis dakwah. Tugas siapa kah itu? Tanggung jawab siapa kah itu?

Jika kawan-kawan masih bingung, siapa yang aku maksud dengan kata 'mereka', maka aku jawab 'mereka' adalah orang-orang yang belum berada di sekitar kita saat kita mentoring, saat kita melakukan kajian, saat kita sholat berjamaah. 'mereka' adalah orang-orang yang ada di sekitar kita, teman-teman kita yang biasa 'cangkruk'. 'mereka' adalah orang-orang yang terjerumus pada hedonisme. Yuk, perluas 'ajakan' kita. Banyak sekali orang-orang yang membutuhkan sentuhan itu. Bismillah....

2 komentar:

  1. dan mereka adalah juga keluarga kita. bisa inti, sepupu, ponakan, dll. ehm, strategi yang berbahaya memang, jika tidak dapat menjaga diri, lebih baik jangan memilih strategi itu. apa lagi ikut menyalakan rokok - walaupun hanya menyalakan -.
    berbaur tapi tidak melebur. butuh kerja ekstra bagi kita yang tidak terbiasa dengan komunitas yang heterogen

    BalasHapus
  2. iya mbak aisya... Tak perlu dicontoh metode itu... yang penting sekarang kita semua tahu bahwa banyak sekali tugas dan kewajiban kita, tidak perlu memikirkan terlalu jauh, cukup warnai terlebih dahulu orang-orang yang ada di sekitar kita...

    BalasHapus

 
 
Blogger Templates