Social Icons

Featured Posts

Jumat, 01 April 2016

Ntah Lah

Tik..tok..tik..tok..

Detak jam wekerku terdengar begitu jelas di antara gemuruh suara pesawat yang lewat,terbang di atas rumah kos, tempatku berada sekarang. Menemani dinginnya hati yang sudah hampir mencapai titik beku. Menyentuh telinga tanpa mau mengganggu pemiliknya. Diam merenung seakan berada di puncak gunung dengan berjuta hiasan titik embun.

Ntah lah,
Masih banyak pertanyaanku tentang dunia seisinya. Memang, dunia ini pelik adanya. Aku sudah seringkali menyelami berbagai sudut dunia yang ada. Mencoba menemukan arti sebuah kata. Kata yang kebanyakan orang akan terhipnotis karenanya. Membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar. Membuat mudah semua hal yang terasa susah. Membuat ringan semua hal yang terasa berat. Kata itu sering kita ucap dengan nama ‘cinta’.

Ntah lah,
Aku masih ingat jelas bagaimana mereka berdua bercerita tentang kisah mereka. Sebuah kisah pelayaran cinta. Kisah yang diarungi sepasang manusia tanpa tahu dimana letak ujungnya. Kisah yang mereka harapkan berakhir bahagia tanpa sekalipun mereka bisa memastikannya.

Ntah lah,
Pertanyaan berikutnya muncul ketika aku menatap awan putih yang bersemayam di atas sana, “kenapa keduanya menceritakan semua ini kepadaku, tanpa mereka tahu sedikitpun bahwa aku adalah orang yang sama di balik celoteh kisah mereka?”

Ntah lah,
Aku anggap ini adalah bagian dari rencana-Nya, agar aku mau belajar tentang segala hal yang Dia putuskan. Sudah jelas! Tak akan pernah ada yang bisa diragukan atas kebaikan dan keindahan rencana-Nya.

Ntah lah,
Saat terik matahari tak bisa kuhindari kala menyapa sejuknya pagi, seorang jelita nan jauh disana bercerita kepadaku akan sesuatu. Telah datang kepadanya keseriusan seorang lelaki yang hendak menjadikannya pendamping hidup, mengarungi sisa waktunya bersama, selamanya. Lelaki yang berbeda, bukan orang yang selama ini ada di kisah cintanya. Dia mengaku senang, walaupun sebenarnya aku menangkap sesuatu yang tersembunyi di balik pengakuannya itu. Ah, tidak! Aku mana tahu ada hal yang masih ia sembunyikan atau tidak. Ya, aku tidak tahu.
Beberapa jam kemudian di bawah langit yang berbeda, dekat dengan keberadaanku, seorang pria dengan penampilan yang kalem turut bercerita kepadaku. Dia akan kehilangan sebuah kesempatan yang dulu hampir dia dapatkan. Dia pernah berjanji pada seorang wanita yang dia dambakan untuk menjadikannya teman berlayar, mengarungi samudera kehidupan, bersamanya. Tapi dia telah didahului seseorang. Kini wanita pujaannya sudah ada yang meminang. Lelaki tampan yang sepertinya sudah jauh lebih siap untuk menyegerakan membangun kelurga, tanpa ada suatu kendala. Berbeda dengan dirinya.

Ntah lah,
Seorang jelita itu masih saja bercerita tentang sebuah pertemuan dengan lelaki yang berniat menjadi suaminya kelak. Sebuah hal yang mengejutkan menurutnya. Mungkin ini obat dari sang pencipta untuk menyembuhkan laranya. Lara yang harus ada karena sebuah ketulusan untuk menjalankan perintah. Sebagai bukti pengorbanan untuk membalas kebaikan cinta, dari-Nya. Dia pernah rela mengakhiri kisah cintanya.Berharap bisa mencurahkan segala rasanya kepada sang Pemilik Cinta. Hingga nanti tiba suatu masa dimana Sang Pemilik Cinta mengijinkan kisah itu terjalin kembali, seperti sebelumnya.
Masih dibawah langit yang berbeda, pria kalem itu bercerita tentang upaya untuk mengikhlaskan segalanya. Mencoba meringankan langkah kaki untuk melalui jalan yang telah dia pilih. Meluapkan seluruh rasa cinta kepada suatu Dzat, Dzat yang lebih berhak atas cintanya. Sebenarnya, pilihan untuk mengakhiri hubungan mereka itu sangatlah berat. Tapi apa boleh buat, pilihan itu sudah dia ambil berikut konsekuensinya. Langkah kaki yang masih terasa berat mungkin disebabkan karena dia belum bisa menjawab sebuah pertanyaan, “Bisakah aku melalui jalan yang kuambil hingga sampai pada akhir yang baik?”

Ntah lah,
Saat untaian ceritanya terucap melalui deretan huruf di layar hape-ku, aku semakin merasa bahwa sang jelita memang masih menyembunyikan suatu rasa. Mungkin dia masih enggan melupakan cinta lamanya. Dia asyik bercerita bagaimana dulu hari-hari saat membersamainya. Memasakkan sebuah makanan dengan bentuk hati untuknya.Membelikan beberapa bungkus obat saat pucat menghias wajah dan lelah menemani tubuh kekasihnya.
Aku selalu berusaha untuk bersabar ketika telingaku mendengar suaranya seringkali berubah.Terkadang senang penuh semangat, terkadang lirih dengan serak yang berat. Pria kalem itu mengaku jika hampir seluruh tempat di tiap sudut kota adalah saksi perjalanan cinta mereka dahulu. Warung makan, tempat jus, kantin sekolah, masjid kampus, kontrakan, bioskop, mall, dan yang lainnya. Seolah tempat-tempat itu menyanyikan lagu untuknya mengenang masa-masa itu.

Ntah lah,
Hingga detik akhir sang jelita akan memutuskan untuk menerima lamaran lelaki itu, dia masih menyempatkan untuk mengirim pesan kepada cinta lamanya. Dia menjelaskan keputusan yang hendak dia ambil. Berusaha sebaik mungkin menjaga hubungan dan silaturahim yang haram diputuskan.
Pada masa itu pula si pria kalem menahan hatinya yang sudah merapuh. Bingung mau membalas pesan darinya atau cukup hanya membacanya? Dia mengaku, sebenarnya dia sudah mengikhlaskan ini semua. Hanya saja masih berusaha perlahan untuk melupakan kisah cinta mereka. Kisah lama yang hingga kini masih menggantung di atas kepalanya. Butuh waktu katanya.

Ntah lah,
Aku masih belum tahu ini sebuah kisah yang menyenangkan atau menyedihkan. Bagiku tidak ada kata salah dalam segala hal untuk mendahulukan cinta kepada-Nya. Mau berkata apapun, memang Dia yang lebih berhak atas semuanya. Yang jelas aku bangga dengan pilihan mereka yang sama, sama-sama mendahulukan cinta mereka kepada-Nya. Walaupun di akhir, mereka tidak bisa lagi melanjutkan kisah cinta yang sudah pernah ada. Kecuali dengan rencana dan ijin dari-Nya.

Ntah lah,
Aku masih belajar untuk terus mencari dan memahami ini semua. Kisah lain tentang dua orang sahabat yang mendahulukan cinta mereka kepada Sang Mahacinta. Kisah yang bukan hanya sekedar dongeng pengantar tidur, namun nyata terjadi dan tersimpan rapi beberapa abad lamanya. Tinggal aku dan kamu berani belajar dari kisah ini atau tidak.

Ntah lah,
Seorang lelaki gagah Persia, Salman Al Farisy, meminta bantuan sahabatnya Abu Darda’ untuk meminangkan gadis yang berasal dari kalangannya. Semua persiapan dan bekal untuk pernikahan sudah berada di genggaman tangan Salman. Abu Darda’ juga tak kalah dalam mempersiapkan kalimat manis untuk menaklukkan hati gadis pujaan dan keluarganya. Tentu demi sahabatnya, Salman. Hingga saat-saat yang menentukan itu telah tiba. Sejauh ini semua berjalan sesuai rencana mereka. Tinggal menunggu jawaban dari gadis yang dipinang. Namun, ketika jawaban yang dinanti sudah disampaikan, suasana terasa berubah seketika. Semua merasa aneh,canggung, dan kaget dibuatnya. Bagaimana tidak, sang gadis menolak secara halus pinangan dari Salman. Tidak hanya sampai disitu, dia mengutarakan jika Abu Darda’ sebagai orang yang mengantar juga berkenan atas dirinya, sang gadis tidak akan menolaknya. Nah, kira-kira apa yang ada di benakku dan benakmu jika saat itu kita ada disana? Lalu, Salman? Ah, ternyata dia begitu mulia hatinya. Dia justru tersenyum, kemudian menghadiahkan semua bekal pernikahan yang telah dia persiapkan sebelumnya kepada Abu Darda’ untuk meminang sang gadis.

Ntah lah,
Aku jelas tak tahu persis bagaimana hati Salman waktu itu. Mungkin baginya kebahagiaan saudaranya adalah kebahagiaannya, toh itu juga perintah dari-Nya, sebagai pembuktian cinta Salman kepada-Nya dan Abu Darda’, saudaranya. Jarang aku temui pada abad modern seperti sekarang akan hal semacam ini, rasa cinta yang sudah mencapai kadar tertingginya, mencintai Dia lebih dari segalanya. Tapi, bukan berarti hal itu tidak mungkin terjadi di masa sekarang kan? Boleh juga ini yang terjadi pada seorang jelita dan pria kalem, sahabatku.

Ntah lah,
Aku hanya berharap suatu saat nanti aku akan menemukan jawabannya. Ah, tidak! Aku tidak hanya ingin menemukan jawabannya, tapi juga ingin merasakannya. Merasakan cinta kepada-Nya melebihi dari segala hal yang ada. Aku beranggapan ketika aku mencintai-Nya, maka secara otomatis aku juga mencintai segala hal yang pantas dicintai selain Dia, tentu atas keridhoan-Nya.

Sekarang, jam weker itu masih saja berdetak. Sama seperti tadi. Kali ini ditemani gemuruh suara kipas angin. Masih menemani liarnya otakku, menghiasi tarian tanganku diatas deretan kotak hitam bertuliskan huruf, angka, dan tanda baca.

Tik..tok..tik..tok..

*published on February 16th, 2014

Kamis, 31 Maret 2016

Tulisan




Tulisan yang aku maksudkan adalah tulisanmu. Aku begitu menyukainya, addictable! Bahasamu jujur, polos, namun selalu saja mengena. Sesekali membuatku tersipu malu. Atau, membuatku tergelak tidak karuan.

Tulisanmu juga menyelematkanku dari beratnya hubungan jarak jauh. Hampir 1 tahun penuh setelah kita menikah, kita selalu berusaha berdamai dengan keadaan, dibalik layar kaca hape kecil kita terus saling menguatkan. Kau menulis berbagai hal tentangmu, tentangku, tentang kita. Sekali lagi, aku menyukainya.

Kali ini tulisanmu mulai berubah. Kau tidak hanya menulis tentang kita berdua, tapi ada satu lagi tentang makhluk ciptaan-Nya yang tengah bersemayam dan terus tumbuh dalam rahimmu. Dia yang akan mewarnai kehidupan kita selanjutnya, juga mewarnai tulisan-tulisanmu. Tulisanmu tentangnya mungkin akan menjadi lebih menarik dibanding tulisanmu tentangku. Tapi tenang saja, aku tak mengapa. Tak perlu aku merasa cemburu, karena aku tahu kau akan menulis kebaikan-kebaikan tentang dia, anak kita.

Tulisanmu, aku suka.

Beide dan Beide

Selasa, 08 Januari 2013

Di Balik "Rumah Sakit"

yah,,, sudah semakin lama tak memperhatikan blog ini, hmmm... entah aku yang memang sibuk, atau jangan2 aku sok sibuk ya? ^^v
sebenarnya ini waktunya aku harus belajar untuk UAS besok, ada beberapa tugas yang harus selesai pula... tapi tanganku sudah benar-benar gatal untuk segera menulis lagi disini. =D

bismillah...
sore ini benar-benar aku merasa "menganggur", padahal aku sedang berada di sekret BEM tercinta (ah, aku masih berusaha mencintainya). *anak BEM kok nganggur? #plak! Oh ya, baru saja laporan KP-ku dikembalikan dosen pembimibing dan disana terpampang jelas nilai AB. Bersyukur pake banget, bukan karena nilai AB nya, tapi karena akhirnya dikembalikan juga tuh laporan KP-ku, karena jika tidak aku sudah dapat WARNING buat ngulang KP, na'udzubillah min dzalik.. =D

Di tengah menganggur yang tak begitu mengenakkan itu, aku melihat anak-anak Hublu pergi, katanya mau ke rumah sakit, mau jenguk sekmen mereka yang lagi sakit. Tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk ikut, dan kakiku segera saja melompat untuk mengejar mereka. Aku merasa ada banyak hal yang aku dapat setelah aku mengunjungi temenku itu sebelumnya. Aku pengen dapat sensasi yang berbeda itu lagi di rumah sakit.

Simpel banget sih sensasinya, tapi gak sesimpel kita tidur pas kuliah berlangsung.. =P
aku merasa tiap detik waktu kita benar-benar berharga banget. Selama di rumah sakit, seolah waktu berjalan luuuaaaammbbbaaaaatttt pake banget. Air hujan, orang lalu lalang, dan lain-lainnya, semua seperti diberi efek slow motion. Angin sejuk yang jarang hadir di Surabaya menyapu wajah ini dengan begitu lembutnya, sekali lagi terasa lambat seperti diberikan efek slow motion. Yeah... aku berjalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit itu sendiri sembari merasakan itu semua. Bergegas menyusul anak-anak hublu yang sudah pergi lebih dahulu.

Tiba-tiba saja aku merasa, "kok jadi ketagihan gini ya ke rumah sakit?" Abisnya seru sih, sekali lagi ada sensasi yang berbeda. Aku pengen ceritain sih gimana sensasinya, tapi ntah kenapa aku gak menemukan kata-kata yang pas untuk menulis dan menggambarkannya. Dulu, aku sempat menjadikan rumah sakit sebagai salah satu tujuan ketika aku mau refreshing. Ntah karena banyak orang yang ceramah, mengatakan kalo mau bersyukur lebih pergi saja ke rumah sakit. Yak, itu benar! Itu salah satu yang aku dapatkan. Bagaimana tidak? ketika aku bisa berjalan menyusuri lorong dengan begitu tegap dan kuatnya, aku berpapasan dengan orang yang didorong di atas tempat tidur dengan kondisi yang tidak berdaya. Ketika aku bisa meraakan sapuan angin di wajahku saat itu, aku gak yakin mereka-mereka yang sakit beserta keluarganya juga merasakan hal yang sama. Belum cukupkah itu untuk membuat kita bersyukur? 

hmmm... tapi sepertinya bukan hanya karena aku bisa membuktikan ceramah itu saja. Aku punya rencana nanti ketika sudah punya anak, salah satu media untuk mendidik dia adalah dengan mengajaknya berkunjung ke rumah sakit. Satu pekan sekali kah, sebulan sekali kah, yang jelas aku pengen memberikan pelajaran berharga terbaik untuk mereka dengan merasakan sendiri melalui hati mereka. Itu kenapa aku pengen banget memasukkan list "rumah sakit" sebagai salah satu tujuan untuk refreshing. =D

Lanjut, tahukah kawan? Ada keunikan di ruangan kelas II dan III rumah sakit? Disana kita akan mendapat keluarga baru secara langsung lo... Hati dari keluarga si sakit seolah terikat satu sama lain dengan begitu kuat. Wallohua'lam, ntah karena merasa senasib sepenanggungan atau karena ada energi lain yang membuat mereka demikian. Toleransi muncul begitu saja di tengah-tengah mereka. Senyum-senyum terkembang tanpa sadar saat mata-mata yang indah ini saling bertatapan. Bahkan, perhatian-perhatian yang mungkin tidak pernah kita dapatkan di luar, disini akan kita dapatkan. Percakapan yang biasa muncul di tengah keluarga-keluarga si sakit:

  1. "Mas, sudah makan? Ayo makan bareng sama saya.." --> ini yang paling sering, bahkan kemarin waktu jenguk aku dapat 1 bungkus nasi pecel dari keluarga sebelah.
  2. "Bu, kalo capek tidur disini Bu... Karpet saya masih luas, daripada tidur sambil duduk begitu..."
  3. "Pak, kalo mau sholat, sholat saja.. biar si fulan saya saja yang menjaga, nanti bisa gantian."
  4. "Bagaimana kata dokter? tekanan darahnya sudah normal belum?"
  5. "Kalo tidak bisa minum obat tablet, mending ditumbuk saja, itu pinjam tumbukan di perawat tidak apa-apa."
  6. dan lain sebagainya.....

Ya, itulah yang akan terjadi secara alamiah di kelas II dan III. Perhatian yang begitu menyejukkan. Suatu wujud memanusiakan manusia yang sebenarnya.

Pernah diskusi dengan keluarga si sakit yang masih muda/anak-anak/remaja? Dimana dia tidak hanya menunggu saja, tapi juga sebagai titik inti dari keluarga si sakit, yang akan mengambil keputusan apapun yang akan diberikan pada si sakit? Jika kita bertemu dengan mereka, mereka lah orang-orang yang dituntut belajar lebih cepat. Akselerasi pola pikir, kedewasaan berpikir, dan kesiapan mental yang super kilat. Aku pun pernah mengalaminya saat bapak untuk yang pertama sekaligus yang terakhir kalinya masuk rumah sakit. Benar-benar dituntut berpikir lebih ekstra, apalagi saat harus megetahui bahwa Allah sudah berkehendak lain dan memiliki rencana besar nan indah setelah beliau tiada, apapu itu. Semoga Allah memberikan tempat terbaik di sisi-Nya untuk bapak dan Tias. :)

Lanjut dah.. :) pernah sholat di mushola/masjid rumah sakit? Disana kita akan merasakan energi-energi positif yang begitu besar yang mungkin tidak akan kita dapatkan di mushola/masjid di tempat biasa. Serasa tenang, begitu khusyu', begitu sungguh-sungguh ketika disana. Bahkan, mungkin kita akan menemui orang yang dari penampilan "mungkin" terlihat begitu sok, tapi ketika sudah di dalam masjid mereka begitu tawadhu'. Tanya kenapa? =D

Pernah menemui orang yang sakaratul maut dan meninggal di rumash sakit. Nah, saat-saat seperti inilah yang membuat kita aka berpikir jaauuuuuhhh lebih dalam, bahwa setiap detik waktu kita begitu berharga. Kita akan berpikir sudah berbuat apa saja kita sebelumnya. Bagaimana jika setelah ini kita yang mendapatkan giliran seperti mereka? Nah kan, jadi mikiirr... =)

Itu beberapa hal saja sih, pengen nulis lagi, tapi teringat tugas dan UAS... hehehe

Mau ikut aku jalan-jalan ke rumah sakit? =D

Sabtu, 29 September 2012

Warna-Warni Kampusku

Suara kendaraan bermotor itu menderu, bising, memekakkan telinga. Barisan panjang dengan kumpulan warna serupa diiringi bendera-bendera besar bergambar logo-logo himpunan penuh wibawa. Yel-yel serta pekikan-pekikan semangat meluncur bagai roket dari lidah-lidah mereka, tak peduli seberapapun panasnya kota Surabaya. Sebuah euforia yang ditampilkan oleh mahasiswa-mahasiswa kampus pahlawan ini untuk menyambut para wisudawan yang tengah berbahagia. Mendapatkan sebuah gelar baru, mendapatkan amanah baru.

Banyak masyarakat yang menunggu kehadiran mereka. Bukan untuk memenuhi lapangan pekerjaan yang ada, atau menambah jumlah masyrakat Indonesia yang lulus dari bangku perguruan tinggi. Namun, kehadiran mereka dinantikan untuk memberikan sebuah perubahan. Setidaknya mereka diharapkan dapat menyalakan secercah cahaya di tengah-tengah kegelapan. Harapan seperti ini tidak hanya digantungkan pada mahasiswa yang sudah menyelesaikan studinya, namun juga mahasiswa-mahasiswa yang tengah menjalani masa perkuliahannya.

Mengingat begitu besar harapan-harapan masyarakat terhadap mahasiswa inilah yang membuat hati ini berlutut merenungkan segala hal yang terjadi. Di kampus ini ternyata ada sebuah hal yang menjadi masalah pelik. Perbedaan pandangan, perbedaan prinsip, perbedaan visi, dan perbedaan cara dalam mewujudkan sebuah visi. Perbedaan inilah yang kemudian menjadi sebuah senjata ampuh untuk memecah persatuan dan kesatuan antara mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lainnya.

            Kampus pahlawan ini ibarat rumah sakit sekarang. Memiliki bangunan yang sangat megah dan indah, namun di dalamnya terdapat banyak sekali orang yang sakit dan lemah. Pernah suatu masa kampus ini memiliki masalah integralistik. Setiap jurusan ingin terlihat lebih menonjol dari jurusan yang lain. Setiap jurusan ingin dilihat sebagai jurusan terbaik bagi yang lain. Sehingga menjadi sebuah hal yang wajar ketika ada mahasiswa yang bermasalah dengan mahasiswa lainnya hanya karena mempertahankan sebuah ide, “jurusanku lah yang terbaik. Itu gambaran masa lalu, dan sekarang hal itu sudah mulai berubah. Namun, sangat disayangkan saat perubahan itu ada, masalah integralistik itu hampir hilang sama sekali, muncul masalah baru lagi yang mengancam keutuhan keluarga kampus ini.

“Jika ada rakyat yang mengadu kepada dewan perwakilannya, itu adalah hal yang wajar. Namun bagaimana mungkin ada anggota dewan yang mengadu kepada rakyatnya?”

Itu adalah ucapan yang keluar di sebuah forum beberapa waktu yang lalu. Ucapan yang penuh kekecewaan dari “rakyat” kepada dewan perwakilannya, dewan perwakilan mahasiswa (DPM). Hal itu disampaikan di muka umum pada saat forum transparasi terkait pembentukan KPU (komisi pemilihan umum) oleh DPM. Sebenarnya cukup panjang permasalahannya jika diruntut dari awal. Pada dasarnya DPM sudah melakukan prosedur pemilihan dengan benar, namun masih dipertanyakan proses pemilihannya oleh mahasiswa yang ada di jurusan. Jawaban DPM atas pertanyaan itulah yang membuat masalah itu muncul. Ketidakpercayaan.

Sepertinya sudah menjadi rahaisa umum bahwa sekarang sedang ada perang dingin di dalam keluarga mahasiswa ITS. Dipungkiri atau tidak, “golongan-golongan” itu ada. Ada merah, kuning, hijau, biru, putih, bahkkan ada golongan orang-orang yang tak bergolongan. Berkembang di setiap jurusan dan lembaga. Setiap golongan memiliki tujuan masing-masing. Setiap golongan punya keinginan masing-masing. Inilah yang kemudian menjadi masalah baru setelah masalah integralistik yang pernah terjadi di KM ITS. Dan inilah yang menjadi salah satu sebab terjadinya kasus DPM di atas. Sekali lagi, mau dipungkiri ataupun tidak.

Apakah ini adalah sebuah masalah yang besar? Ya! Jika dibiarkan seperti ini terus, maka sampai kapan KM ITS benar-benar akan bersatu? Memberikan kontribusi secara maksimal untuk masyarakat dan bangsa ini. Mungkin bagi beberapa pihak ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang konyol, namun apakah sudah ada yang bisa menjawab dan memberikan perubahan atas pertanyaan-pertanyaan ini? Sekali lagi, menjawab dan memberikan perubahan, bukan hanya menjawab tanpa ada tindakan untuk mengubahnya.

“Mewujudkan keluarga mahasiswa ITS yang mandiri, professional, demokratis, dan dinamis yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan YME, nilai kejuangan sepuluh nopember serta nilai kerakyatan dalam rangka mempelopori pengembangan Ilmu Pengetahuan, Seni dan Teknologibagi kesejahteraan masa depan almamater, masyarakat, dan bangsa.”
(visi KM ITS dalam Mubes IV pasal 7)

Tidakkah kita bisa duduk bersama untuk membuat gerakan yang lebih besar dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa? Tidakkah kita bisa melepaskan “jaket warna” kita sejenak untuk sebuah visi bersama? Bukankah akan lebih baik jika kita mau saling menghargai, saling memahami, dan saling melengkapi? Kedewasaan berpikir harus dibentuk dan diutamakan disini. Sulit? Memang. Tapi lebih baik segera kita nyalakan cahaya itu dalam kegelapan daripada kita hanya mengutuk kegelapan itu.
Kita patut yakin bahwa setiap mahasiswa memiliki visi yang luar biasa besar untuk bangsa ini. Begitu pula “golongan-golongan” yang ada. Hanya jalan dan cara yang ditempuh saja yang berbeda. Akankah lebih indah jika jalan yang diambil adalah jalan yang saling melengkapi? Konstruktif, bukan destruktif! Setelah itu mari kita rasakan perubahan itu di kampus ini, setelah itu mari kita berikan energi positif pada masyarakat dan bangsa ini. Kita jawab harapan masyarakat kepada kita saat kita bergelar sarjana dan mahasiswa. Bukan hanya euforia saat wisuda semata yang kita berikan, tapi kebermanfaatan yang bisa kita sampaikan.

"Lepaskan sementara “jaket warna”-mu jika sudah berbicara dan berjuang demi KM ITS yang satu!"

Jumat, 27 Juli 2012

Berkendara feat Muraja'ah






Sebuah pertanyaan dulu sebelum lanjut membaca tulisan ini, saya ingin bertanya beberapa hal:

.Sudahkah membaca Al-Qur'an hari ini?
.Sudahkah menambah hafalan Anda hari ini?
.Sudahkah membaca terjemah Al-Qur'an hari ini?
.Sudahkah mentadaburi Al-Qur'an hari ini?

Yah, pertanyaan itu muncul karena saya akan berbicara tentang Al-Qur'an dan muraja’ah (mengulang kembali-hafalan-Al-Qur’an). Wah, pasti berat nih bahasannya. So, siapkan dulu mental dan fisik Anda sebelum membaca ini sampai selesai (huh, apaan sih?). Tenang, insya Allah bacaan yang ringan koq, karena status di atas bisa kita maknai dengan sederhana dan simple, se-simpel hubungan loe sama gua. Hha

OK, saya ingin bertanya lagi, apa yang biasanya kawan-kawan lakukan saat ada waktu luang? Misal: nunggu teman, nunggu jemputan, nunggu berkas yang harus ditandatangani, *upss… termasuk ketika nyetir motor/mobil. Nah, kita bahas salah satu aja dah. Seringkali ketika kita nyetir motor/mobil, kita menghibur diri dengan nyanyi-nyanyi, melamun, atau meng-galau geje. Seru sih, tapi tahukah kawan ada yang gak kalah seru namun manfaatnya juga pasti dijamin jauh lebih seru? Bayangkan jika kita berkendara (ntah berkendara dengan kendaraan yang setirnya lurus atau kendaraan yang setirnya bunder) lalu kita membasahi lidah kita dengan lantunan ayat-ayat Allah. It's the real 'multitasking'! 

Kita tahu sendiri bagaimana keutamaan membaca Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR Tirmidzi).

Selain itu, sesuai dengan lagu obat hati yang seringkali kita dendangkan. Bukankan salah satu obat hati adalah membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya? Jadi, pas banget tuh buat loe-loe yang lagi galau, ntah galau cinTA atau galau TA. Daripada pelampiasannya kebut-kebutan di jalan, teriak-teriak gak jelas sepanjang jalan, mending kan baca Al-Qur’an. Dijamin, maknyesss segerrr… ^^

Nah, sekarang  yuk coba kita bandingkan. Ketika kawan-kawan berkendara sambil bernyanyi, kawan-kawan dapat apa saja? Mentok jedhok natap tembok itu juga buat senang hati doank, tapi senangnya bukan kesenangan hakiki, jelas itu. Karena kesenangan yang hakiki itu hanya bisa didapat dari Allah dan dengan cara yang diajarkan Allah dan Rasulullah.

Eittss…tidak perlu banyak cing-cong ini-itu. Sudah jelas dan mutlak bahwasanya membaca Al-Qur'an itu lebih baik dari hanya sekedar menyanyi, apalagi melamun dan mengalau geje.

Oke, sekarang pasti ada yang bertanya atau bergeming. Itu hanya akan bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya hafalan. Saya jawab: "Ya makanya, biar bisa begitu, kawan-kawan juga harus mau menghafal!" Jika kawan-kawan mengatakan susah, tuh banyak orang-orang yang belajar dan menghafal Al-Qur'an, nyatanya mereka juga bisa. Kalo tidak percaya, pergi aja ke Masjid Manarul ‘Ilmi, masjidnya orang ITS. Disana kawan-kawan akan menemui mahasiswa-mahasiswa yang sedang sibuk. Bukan sibuk ngurus anak atau sibuk yang lain, mereka sedang sibuk menghafal atau setoran hafalan Al-Qur’an. Tidak hanya orang dewasa, anak kecil pun juga. Ada segerombolan anak-anak kecil (SD-SMP) yang mereka tadarus Al-Qur’an, cuman tadarusnya beda, mereka tadarus tanpa membaca Al-Qur’an. Nah, terus gimana dunk? Mereka membaca hafalan yang sudah mereka punya. Nice, kalo mereka bisa, pasti kita juga bisa. Sama-sama makan nasi. Dan…. Masak kalah sama anak-anak?? ^^v

Gengsi mamen.... Makan tuh gengsi! haha... Demi kebaikan sendiri koq gengsi. 

So, finally... Gak ada salahnya koq menghafal Al-Qur'an. Kalo gak sekarang, kapan lagi? Mumpung pas ketemu bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur'an, bulan menuju kemenangan. Lalu, praktekkan tuh…mengisi semua waktu luang kita dengan Al-Qur’an. Siapa tau kan pas lagi asyik-asyik baca/muraja’ah Al-Qur’an, eh malaikat Izra’il datang. Nah, insya Allah Surga itu, aamiin…

Yuk kita sambut cinta dan ridho-Nya Allah kepada kita. (Lhoh, koq sambut? Iya karena memang "default"-nya Allah mencintai kita, tinggal kita mau menyambut cintanya Allah itu atau tidak). ^^
Wallohua'lam bishowab... 

Jumat, 06 Juli 2012

Bertahan Di Sana (bebas memaknai karya)

Setiap manusia jelas sudah dipersiapkan Allah tentang jodohnya. Termasuk masing-masing dari kita. Pertanyaannya adalah 'siapa'?

Seseorang yang sudah tertulis di Lauhl-Mahfudz, namun kita tidak akan pernah tahu siapakah dia, hingga Allah mempertemukannya dengan kita. Yang jelas, kita harus mempersiapkan diri untuk menjemputnya. Mempersiapkan niat dalam hati, mempersiapkan visi, mempersiapkan bekal untuk dia dan anak-anak kita nanti. Terlepas persiapan itu harus dilakukan di tempat yang jauh, dalam waktu yang lama, dan memerlukan usaha yang begitu besar dan berat. 


"Tunggulah aku wahai bidadari yang sudah dipersiapkan Allah untukku, aku akan mempersiapkan diri untuk kebahagiaan kita di dunia dan akhirat nanti. Mempersiapkan keluarga yang siap menghamba dan mengabdi kepada ilahi. Aku yakin perbaikan diriku juga engkau imbangi dengan perbaikan dirimu disana. Sampai jumpa di sebuah tempat dan waktu terindah untuk menggenapkan separuh agama kita, lalu bersama-sama kita menguatkannya...."



Dinda apa kabar kau di sana

Lelahkah menungguku berkelana
Lelahkah menungguku kau di sana


Sayang, aku kan segera pulang

Tunggu aku dengan senyuman itu
Tunggu aku dengan senyummu itu


Bila waktu itu telah tiba

Coba kenakanlah mahkota itu
Coba kenakanlah mahkota itu
[ Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/s/sheila_on_7/bertahan_di_sana.html ]
Masih banyak yang harus ku cari
Tuk bahagiakan hidupmu nanti


Bisa bertahankah kau di sana

Bisa bertahankah sayang
Coba bertahanlah kau di sana
Coba bertahanlah sayang


Bisa bertahankah kau di sana

Bisa bertahankah sayang
Coba bertahanlah kau di sana
Coba bertahanlah sayang


Coba bertahanlah

Bertahanlah kau di sana
Coba bertahanlah sayang


       (Sheila on 7)

-bebas memaknai karya-

Sabtu, 30 Juni 2012

Janji Kader Himatekla

Kami, kader-kader Himatekla berjanji:

  1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersumber kepada-Nya
  2. Melaksanakan peran dan fungsi mahasiswa sebagai pengabdian terhadap bangsa
  3. Memupuk solidaritas dan menjaga semangat kekeluargaan dalam Himatekla
  4. Mempertinggi prestasi untuk membangun kemaritiman Indonesia
  5. Menjaga nama baik Himatekla, ITS, dan Indonesia
*(ini adalah usulan pribadi yang belum pernah disampaikan, hehe)
 
 
Blogger Templates