Banyak masyarakat yang menunggu kehadiran mereka. Bukan
untuk memenuhi lapangan pekerjaan yang ada, atau menambah jumlah masyrakat
Indonesia yang lulus dari bangku perguruan tinggi. Namun, kehadiran mereka
dinantikan untuk memberikan sebuah perubahan. Setidaknya mereka diharapkan
dapat menyalakan secercah cahaya di tengah-tengah kegelapan. Harapan seperti
ini tidak hanya digantungkan pada mahasiswa yang sudah menyelesaikan studinya,
namun juga mahasiswa-mahasiswa yang tengah menjalani masa perkuliahannya.
Mengingat begitu besar harapan-harapan masyarakat
terhadap mahasiswa inilah yang membuat hati ini berlutut merenungkan segala hal
yang terjadi. Di kampus ini ternyata ada sebuah hal yang menjadi masalah pelik.
Perbedaan pandangan, perbedaan prinsip, perbedaan visi, dan perbedaan cara
dalam mewujudkan sebuah visi. Perbedaan inilah yang kemudian menjadi sebuah
senjata ampuh untuk memecah persatuan dan kesatuan antara mahasiswa satu dengan
mahasiswa yang lainnya.
Kampus pahlawan ini ibarat rumah sakit sekarang. Memiliki
bangunan yang sangat megah dan indah, namun di dalamnya terdapat banyak sekali
orang yang sakit dan lemah. Pernah suatu masa kampus ini memiliki masalah
integralistik. Setiap jurusan ingin terlihat lebih menonjol dari jurusan yang
lain. Setiap jurusan ingin dilihat sebagai jurusan terbaik bagi yang lain.
Sehingga menjadi sebuah hal yang wajar ketika ada mahasiswa yang bermasalah
dengan mahasiswa lainnya hanya karena mempertahankan sebuah ide, “jurusanku lah yang terbaik”. Itu gambaran masa lalu, dan sekarang
hal itu sudah mulai berubah. Namun, sangat disayangkan saat perubahan itu ada, masalah
integralistik itu hampir hilang sama sekali, muncul masalah baru lagi yang
mengancam keutuhan keluarga kampus ini.
“Jika
ada rakyat yang mengadu kepada dewan perwakilannya, itu adalah hal yang wajar.
Namun bagaimana mungkin ada anggota dewan yang mengadu kepada rakyatnya?”
Itu adalah ucapan yang keluar di sebuah forum beberapa
waktu yang lalu. Ucapan yang penuh kekecewaan dari “rakyat” kepada dewan
perwakilannya, dewan perwakilan mahasiswa (DPM). Hal itu disampaikan di muka
umum pada saat forum transparasi terkait pembentukan KPU (komisi pemilihan
umum) oleh DPM. Sebenarnya cukup panjang permasalahannya jika diruntut dari
awal. Pada dasarnya DPM sudah melakukan prosedur pemilihan dengan benar, namun
masih dipertanyakan proses pemilihannya oleh mahasiswa yang ada di jurusan.
Jawaban DPM atas pertanyaan itulah yang membuat masalah itu muncul.
Ketidakpercayaan.
Sepertinya sudah menjadi rahaisa umum bahwa sekarang
sedang ada perang dingin di dalam keluarga mahasiswa ITS. Dipungkiri atau
tidak, “golongan-golongan” itu ada. Ada merah, kuning, hijau, biru, putih,
bahkkan ada golongan orang-orang yang tak bergolongan. Berkembang di setiap
jurusan dan lembaga. Setiap golongan memiliki tujuan masing-masing. Setiap
golongan punya keinginan masing-masing. Inilah yang kemudian menjadi masalah
baru setelah masalah integralistik yang pernah terjadi di KM ITS. Dan inilah
yang menjadi salah satu sebab terjadinya kasus DPM di atas. Sekali lagi, mau dipungkiri
ataupun tidak.
Apakah ini adalah sebuah masalah yang besar? Ya! Jika
dibiarkan seperti ini terus, maka sampai kapan KM ITS benar-benar akan bersatu?
Memberikan kontribusi secara maksimal untuk masyarakat dan bangsa ini. Mungkin
bagi beberapa pihak ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang konyol, namun apakah
sudah ada yang bisa menjawab dan memberikan perubahan atas
pertanyaan-pertanyaan ini? Sekali lagi, menjawab
dan memberikan perubahan, bukan hanya menjawab tanpa ada tindakan untuk
mengubahnya.
“Mewujudkan
keluarga mahasiswa ITS yang mandiri, professional, demokratis, dan dinamis yang
dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan YME, nilai kejuangan sepuluh nopember
serta nilai kerakyatan dalam rangka mempelopori pengembangan Ilmu Pengetahuan,
Seni dan Teknologibagi kesejahteraan masa depan almamater, masyarakat, dan
bangsa.”
(visi
KM ITS dalam Mubes IV pasal 7)
Tidakkah
kita bisa duduk bersama untuk membuat gerakan yang lebih besar dan bermanfaat
bagi masyarakat dan bangsa? Tidakkah kita bisa melepaskan “jaket warna” kita sejenak untuk sebuah visi bersama? Bukankah akan
lebih baik jika kita mau saling menghargai, saling memahami, dan saling
melengkapi? Kedewasaan berpikir harus dibentuk dan diutamakan disini. Sulit?
Memang. Tapi lebih baik segera kita
nyalakan cahaya itu dalam kegelapan daripada kita hanya mengutuk kegelapan itu.
Kita patut yakin bahwa setiap mahasiswa memiliki visi yang luar biasa besar untuk bangsa ini. Begitu pula “golongan-golongan” yang ada. Hanya jalan dan cara yang ditempuh saja yang berbeda. Akankah lebih indah jika jalan yang diambil adalah jalan yang saling melengkapi? Konstruktif, bukan destruktif! Setelah itu mari kita rasakan perubahan itu di kampus ini, setelah itu mari kita berikan energi positif pada masyarakat dan bangsa ini. Kita jawab harapan masyarakat kepada kita saat kita bergelar sarjana dan mahasiswa. Bukan hanya euforia saat wisuda semata yang kita berikan, tapi kebermanfaatan yang bisa kita sampaikan.
Kita patut yakin bahwa setiap mahasiswa memiliki visi yang luar biasa besar untuk bangsa ini. Begitu pula “golongan-golongan” yang ada. Hanya jalan dan cara yang ditempuh saja yang berbeda. Akankah lebih indah jika jalan yang diambil adalah jalan yang saling melengkapi? Konstruktif, bukan destruktif! Setelah itu mari kita rasakan perubahan itu di kampus ini, setelah itu mari kita berikan energi positif pada masyarakat dan bangsa ini. Kita jawab harapan masyarakat kepada kita saat kita bergelar sarjana dan mahasiswa. Bukan hanya euforia saat wisuda semata yang kita berikan, tapi kebermanfaatan yang bisa kita sampaikan.
"Lepaskan sementara “jaket warna”-mu jika sudah berbicara dan berjuang demi KM ITS yang satu!"