Social Icons

Sabtu, 29 September 2012

Warna-Warni Kampusku

Suara kendaraan bermotor itu menderu, bising, memekakkan telinga. Barisan panjang dengan kumpulan warna serupa diiringi bendera-bendera besar bergambar logo-logo himpunan penuh wibawa. Yel-yel serta pekikan-pekikan semangat meluncur bagai roket dari lidah-lidah mereka, tak peduli seberapapun panasnya kota Surabaya. Sebuah euforia yang ditampilkan oleh mahasiswa-mahasiswa kampus pahlawan ini untuk menyambut para wisudawan yang tengah berbahagia. Mendapatkan sebuah gelar baru, mendapatkan amanah baru.

Banyak masyarakat yang menunggu kehadiran mereka. Bukan untuk memenuhi lapangan pekerjaan yang ada, atau menambah jumlah masyrakat Indonesia yang lulus dari bangku perguruan tinggi. Namun, kehadiran mereka dinantikan untuk memberikan sebuah perubahan. Setidaknya mereka diharapkan dapat menyalakan secercah cahaya di tengah-tengah kegelapan. Harapan seperti ini tidak hanya digantungkan pada mahasiswa yang sudah menyelesaikan studinya, namun juga mahasiswa-mahasiswa yang tengah menjalani masa perkuliahannya.

Mengingat begitu besar harapan-harapan masyarakat terhadap mahasiswa inilah yang membuat hati ini berlutut merenungkan segala hal yang terjadi. Di kampus ini ternyata ada sebuah hal yang menjadi masalah pelik. Perbedaan pandangan, perbedaan prinsip, perbedaan visi, dan perbedaan cara dalam mewujudkan sebuah visi. Perbedaan inilah yang kemudian menjadi sebuah senjata ampuh untuk memecah persatuan dan kesatuan antara mahasiswa satu dengan mahasiswa yang lainnya.

            Kampus pahlawan ini ibarat rumah sakit sekarang. Memiliki bangunan yang sangat megah dan indah, namun di dalamnya terdapat banyak sekali orang yang sakit dan lemah. Pernah suatu masa kampus ini memiliki masalah integralistik. Setiap jurusan ingin terlihat lebih menonjol dari jurusan yang lain. Setiap jurusan ingin dilihat sebagai jurusan terbaik bagi yang lain. Sehingga menjadi sebuah hal yang wajar ketika ada mahasiswa yang bermasalah dengan mahasiswa lainnya hanya karena mempertahankan sebuah ide, “jurusanku lah yang terbaik. Itu gambaran masa lalu, dan sekarang hal itu sudah mulai berubah. Namun, sangat disayangkan saat perubahan itu ada, masalah integralistik itu hampir hilang sama sekali, muncul masalah baru lagi yang mengancam keutuhan keluarga kampus ini.

“Jika ada rakyat yang mengadu kepada dewan perwakilannya, itu adalah hal yang wajar. Namun bagaimana mungkin ada anggota dewan yang mengadu kepada rakyatnya?”

Itu adalah ucapan yang keluar di sebuah forum beberapa waktu yang lalu. Ucapan yang penuh kekecewaan dari “rakyat” kepada dewan perwakilannya, dewan perwakilan mahasiswa (DPM). Hal itu disampaikan di muka umum pada saat forum transparasi terkait pembentukan KPU (komisi pemilihan umum) oleh DPM. Sebenarnya cukup panjang permasalahannya jika diruntut dari awal. Pada dasarnya DPM sudah melakukan prosedur pemilihan dengan benar, namun masih dipertanyakan proses pemilihannya oleh mahasiswa yang ada di jurusan. Jawaban DPM atas pertanyaan itulah yang membuat masalah itu muncul. Ketidakpercayaan.

Sepertinya sudah menjadi rahaisa umum bahwa sekarang sedang ada perang dingin di dalam keluarga mahasiswa ITS. Dipungkiri atau tidak, “golongan-golongan” itu ada. Ada merah, kuning, hijau, biru, putih, bahkkan ada golongan orang-orang yang tak bergolongan. Berkembang di setiap jurusan dan lembaga. Setiap golongan memiliki tujuan masing-masing. Setiap golongan punya keinginan masing-masing. Inilah yang kemudian menjadi masalah baru setelah masalah integralistik yang pernah terjadi di KM ITS. Dan inilah yang menjadi salah satu sebab terjadinya kasus DPM di atas. Sekali lagi, mau dipungkiri ataupun tidak.

Apakah ini adalah sebuah masalah yang besar? Ya! Jika dibiarkan seperti ini terus, maka sampai kapan KM ITS benar-benar akan bersatu? Memberikan kontribusi secara maksimal untuk masyarakat dan bangsa ini. Mungkin bagi beberapa pihak ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang konyol, namun apakah sudah ada yang bisa menjawab dan memberikan perubahan atas pertanyaan-pertanyaan ini? Sekali lagi, menjawab dan memberikan perubahan, bukan hanya menjawab tanpa ada tindakan untuk mengubahnya.

“Mewujudkan keluarga mahasiswa ITS yang mandiri, professional, demokratis, dan dinamis yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan YME, nilai kejuangan sepuluh nopember serta nilai kerakyatan dalam rangka mempelopori pengembangan Ilmu Pengetahuan, Seni dan Teknologibagi kesejahteraan masa depan almamater, masyarakat, dan bangsa.”
(visi KM ITS dalam Mubes IV pasal 7)

Tidakkah kita bisa duduk bersama untuk membuat gerakan yang lebih besar dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa? Tidakkah kita bisa melepaskan “jaket warna” kita sejenak untuk sebuah visi bersama? Bukankah akan lebih baik jika kita mau saling menghargai, saling memahami, dan saling melengkapi? Kedewasaan berpikir harus dibentuk dan diutamakan disini. Sulit? Memang. Tapi lebih baik segera kita nyalakan cahaya itu dalam kegelapan daripada kita hanya mengutuk kegelapan itu.
Kita patut yakin bahwa setiap mahasiswa memiliki visi yang luar biasa besar untuk bangsa ini. Begitu pula “golongan-golongan” yang ada. Hanya jalan dan cara yang ditempuh saja yang berbeda. Akankah lebih indah jika jalan yang diambil adalah jalan yang saling melengkapi? Konstruktif, bukan destruktif! Setelah itu mari kita rasakan perubahan itu di kampus ini, setelah itu mari kita berikan energi positif pada masyarakat dan bangsa ini. Kita jawab harapan masyarakat kepada kita saat kita bergelar sarjana dan mahasiswa. Bukan hanya euforia saat wisuda semata yang kita berikan, tapi kebermanfaatan yang bisa kita sampaikan.

"Lepaskan sementara “jaket warna”-mu jika sudah berbicara dan berjuang demi KM ITS yang satu!"
 
 
Blogger Templates